Ada seorang teman baik di dunia maya maupun dunia nyata, nama akun facebooknya Ahmad Kasmadja menulis status di berandanya begini, “saya kecewa dengan reformasi yang hanya menghasilkan kampret dan kecebong”.
Kekecewaan Ahmad, yang sehari-hari menjadi freelancer iklan pada koran harian dan media online di Kota Palu ini, disebabkan akhir-akhir ini beranda facebook dikotori dengan postingan dan komentar terkait dengan pemilihan presiden 2019 mendatang.
baca juga :
Tetap Seksi Dengan Minum Kopi
Jaringan Caleg Dari Dapil Warkop
Via Valen Rebut Kopi Lambada Dari Fahmi Shahab
Dimana sebutan Kampret disematkan kepada pendukung dan simpatisan Calon Presiden Prabowo Subianto, sedangkan sebutan Kecebong diberikan pendukung Joko Widodo.
Sungguh tak elok memang, karena hampir semua postingan dan komentar itu selalu dikaitkan dengan agama, sedangkan agama sendiri tidak mengajarkan kepada umatnya untuk panggil-memanggil sesamanya dengan panggilan setelah iman, entah itu syetan, jin, iblis maupun hewan.
Lantas, apakah orang-orang itu bisa digolongkan sebagai manusia beragama. Entahlah, yang jelas seluruh agama mengajarkan cinta, kasih, adab dan sopan-santun.
Tidak ditemukan pasti, atau mungkin belum/tidak ada yang menelusuri awal mula sebutan-sebutan panggilan itu. Yang pasti adalah, segala kegaduhan ini hanyalah didasarkan pada fanatisme terhadap elit politik itu.
Bahkan, siapa yang memulai penggunaan panggilan ini juga tidak diketahui siapa orangnya. Apakah panggilan itu spontanitas lahir sehingga menjadi viral. Atau semua by design dari pihak-pihak tertentu untuk tujuan tertentu pula, bisa jadi.
Kemungkinan terkait asal muasal panggilan Kampret – Kecebong, InsyaAllah akan ditulis berikutnya. Jika benar itu semua murni berkaitan dengan kepentingan politik kekuasaan pada suksesi kepala negara 2019, saya hanya menyampaikan, bahwa itu semua tidak mencerminkan budaya ketimuran yang dikenal kesantunannya.
Dan, masyarakat awam juga tidak tau, apakah pihak yang ‘bertikai’ itu benar dari kubu yang berbeda. Pasalnya sangat banyak akun media sosial, baik facebook maupun twitter palsu yang sangat aktif bertikai.
Atau, akun-akun itu milik suatu kelompok, dimana satu orang mengendalikan sejumlah akun, kemudian melakukan ‘peperangan’. Karena dengan satu android seseorang dapat mengendalikan setidaknya hingga 6 (enam) akun.
baca juga :
Kopi Kulawi, Pesona Pinggiran Lembah Palu
Kopi Transmigran Blitar di Morowali
Kopi Tumbo, Tumbuh Diantara Pepohonan Sagu
Kemudian satu yang posting satu isu, kemudian lainnya beradu argumen dalam komentar, untuk memancing perdebatan dari akun asli yang telah berpihak atau cenderung kepada satu tokoh politik.
Apakah itu dilakukan oleh kalangan terpelajar?. Pasti, karena tidak mungkin seseorang yang buta huruf akan menggunakan media sosial. Minimal dia memegang ijazah SMA, banyak yang ahli profesi, pegawai negeri dan swasta. Ketika postingan itu searah dengan pandangan politiknya, maka hanya satu klik langsung membagikan itu. Tanpa melakukan cek dan ricek validitas postingan itu.
Sedikit banyak, postingan yang belum kita saring validitasnya itu, jika berbeda dengan pandangan politiknya akan mengganggu kenikmatan kopinya. Bisa jadi karena pengaruh emosi, sehingga dia lupa ada secangkir kopi didepannya, atau disamping dia duduk.
Kadang, tanpa dia sadari cangkir kopinya telah menjadi kolam renang lalat atau serangga lainnya. Nah, sebaiknya nikmati saja media sosial sebagai hiburan, sebagai sumber informasi dengan memilah dan memilih terlebih dahulu, nikmatilah media sosial sehingga menjadi sumber inspirasi, mungkin inspirasi menulis atau bisnis kita.
Jangan biarkan diri kita terjebak dalam perdebatan dunia maya, yang tidak semuanya mampu kita saring validitasnya. Jangan sia-siakan kopi Anda oleh pergaulan bebas dunia maya.
Mari kita hidup sehat dengan menikmati dunia facebook sebagai hiburan semata. Bebaskan kopi kita dari racun hoax facebook.
Kekecewaan Ahmad, yang sehari-hari menjadi freelancer iklan pada koran harian dan media online di Kota Palu ini, disebabkan akhir-akhir ini beranda facebook dikotori dengan postingan dan komentar terkait dengan pemilihan presiden 2019 mendatang.
baca juga :
Tetap Seksi Dengan Minum Kopi
Jaringan Caleg Dari Dapil Warkop
Via Valen Rebut Kopi Lambada Dari Fahmi Shahab
Dimana sebutan Kampret disematkan kepada pendukung dan simpatisan Calon Presiden Prabowo Subianto, sedangkan sebutan Kecebong diberikan pendukung Joko Widodo.
Sungguh tak elok memang, karena hampir semua postingan dan komentar itu selalu dikaitkan dengan agama, sedangkan agama sendiri tidak mengajarkan kepada umatnya untuk panggil-memanggil sesamanya dengan panggilan setelah iman, entah itu syetan, jin, iblis maupun hewan.
Lantas, apakah orang-orang itu bisa digolongkan sebagai manusia beragama. Entahlah, yang jelas seluruh agama mengajarkan cinta, kasih, adab dan sopan-santun.
Tidak ditemukan pasti, atau mungkin belum/tidak ada yang menelusuri awal mula sebutan-sebutan panggilan itu. Yang pasti adalah, segala kegaduhan ini hanyalah didasarkan pada fanatisme terhadap elit politik itu.
Bahkan, siapa yang memulai penggunaan panggilan ini juga tidak diketahui siapa orangnya. Apakah panggilan itu spontanitas lahir sehingga menjadi viral. Atau semua by design dari pihak-pihak tertentu untuk tujuan tertentu pula, bisa jadi.
Kemungkinan terkait asal muasal panggilan Kampret – Kecebong, InsyaAllah akan ditulis berikutnya. Jika benar itu semua murni berkaitan dengan kepentingan politik kekuasaan pada suksesi kepala negara 2019, saya hanya menyampaikan, bahwa itu semua tidak mencerminkan budaya ketimuran yang dikenal kesantunannya.
Dan, masyarakat awam juga tidak tau, apakah pihak yang ‘bertikai’ itu benar dari kubu yang berbeda. Pasalnya sangat banyak akun media sosial, baik facebook maupun twitter palsu yang sangat aktif bertikai.
Atau, akun-akun itu milik suatu kelompok, dimana satu orang mengendalikan sejumlah akun, kemudian melakukan ‘peperangan’. Karena dengan satu android seseorang dapat mengendalikan setidaknya hingga 6 (enam) akun.
baca juga :
Kopi Kulawi, Pesona Pinggiran Lembah Palu
Kopi Transmigran Blitar di Morowali
Kopi Tumbo, Tumbuh Diantara Pepohonan Sagu
Kemudian satu yang posting satu isu, kemudian lainnya beradu argumen dalam komentar, untuk memancing perdebatan dari akun asli yang telah berpihak atau cenderung kepada satu tokoh politik.
Apakah itu dilakukan oleh kalangan terpelajar?. Pasti, karena tidak mungkin seseorang yang buta huruf akan menggunakan media sosial. Minimal dia memegang ijazah SMA, banyak yang ahli profesi, pegawai negeri dan swasta. Ketika postingan itu searah dengan pandangan politiknya, maka hanya satu klik langsung membagikan itu. Tanpa melakukan cek dan ricek validitas postingan itu.
Sedikit banyak, postingan yang belum kita saring validitasnya itu, jika berbeda dengan pandangan politiknya akan mengganggu kenikmatan kopinya. Bisa jadi karena pengaruh emosi, sehingga dia lupa ada secangkir kopi didepannya, atau disamping dia duduk.
Kadang, tanpa dia sadari cangkir kopinya telah menjadi kolam renang lalat atau serangga lainnya. Nah, sebaiknya nikmati saja media sosial sebagai hiburan, sebagai sumber informasi dengan memilah dan memilih terlebih dahulu, nikmatilah media sosial sehingga menjadi sumber inspirasi, mungkin inspirasi menulis atau bisnis kita.
Jangan biarkan diri kita terjebak dalam perdebatan dunia maya, yang tidak semuanya mampu kita saring validitasnya. Jangan sia-siakan kopi Anda oleh pergaulan bebas dunia maya.
Mari kita hidup sehat dengan menikmati dunia facebook sebagai hiburan semata. Bebaskan kopi kita dari racun hoax facebook.
Jangan Racuni Kopimu Dengan Hoax di Facebook
Reviewed by p
on
9/14/2018
Rating:
No comments: