Gempa 7,4 SR yang terjadi pada Jumat, 28 September 2018, tidak
hanya menimbulkan traumatik mendalam, tetapi juga keputusasaan luar biasa. Air
laut menerjang, menghantam dan menghancurkan apa saja yang berada di garis
pantai, ribuan manusia, tempat usaha, harta, gedung-gedung pusat perbelanjaan
dan perhotelan, rumah ibadah, bahkan tembok-tembok penahan ombak pun tak luput
dari keganasan terjangan tsunami.
Teriakan takbir, istiqfar dan doa pun tak mampu menahan
ganasnya tsunami. Semua luluh lantak. Kiamat kecil telah didepan mata. Aliran listrik
dari PLN padam. Menyusul ketiadaan Air bersih. Berbagai macam isu hoax
berkembang.
Ratusan hektar permukaan tanah bergerak, membolak-balik
lapisan tanah yang diatasnya terdapat perumahan dan manusia. Tanah-tanah itu
seolah mengalir, berputar membentuk pusaran tanah bercampur lumpur, menelan
segala yang berada diatasnya. Persis seperti murkanya air laut. Salah seorang
warga menyebutnya Tsunami di daratan. Ribuan nyawa mati dan hilang. Ribuan manusia
terluka.
baca juga :
Palu Diguncang Gempa 7,4 SR (tulisan 2)
Azzam Bertanya, Kenapa Ada Tulisan Hidayat Mati Saja (tulisan 4)
Azzam Bertanya, Kenapa Ada Tulisan Hidayat Mati Saja (tulisan 4)
Naluri untuk bertahan hidup ditengah keputusasaan warga yang
terhindar dari murka alam, yang telah kehilangan apa saja yang dimilikinya,
memaksa mereka untuk mengambil apa saja serta dari mana saja yang berada
didepan mata mereka.
Sejak sabtu pagi ratusan warga mulai membongkar toko,
swalayan dan pergudangan. Untuk mencari makanan dan minuman. Wajar.
Entah bagaimana persebaran kabar pembongkaran toko, swalayan
dan pergudangan itu hingga luar daerah Kota Palu. Yang jelas, jika awalnya
pembongkaran itu hanya dilandasi naluri untuk bertahan hidup, kemudian
berkembang liar menjadi penjarahan besar-besaran.
Di depan rumah saya saja, hingga 5 hari 5 malam hilir mudik
kendaraan baik roda 2 maupun roda 4 mengangkut berbagai macam barang, tidak
hanya mie instan, beras, air mineral. Tetapi juga kulkas, showcase, kipas
angin, televisi, bahkan juga ada yang membawa obat-obatan pertanian, misal
racun rumput.
Umumnya kendaraan-kendaraan roda empat itu tidak menggunakan
plat nomor kepolisian Kota Palu, bahkan bukan plat Nopol Sulawesi Tengah. Dari mana
mereka, yah....banyak yang berasal dari luar Kota Palu, bahkan dari luar Sulawesi
Tengah.
Beberapa postingan video di media sosial, beberapa kali
aparat TNI berhasil menangkap pelaku penjarahan, tragisnya ada seorang kepala
desa yang belum genap dua bulan dilantik terbukti mengerahkan warganya untuk
melakukan penjarahan.
Apakah ini juga terkait dengan dibebaskannya sekira 1400
tahanan Lapas dan Rutan, yang katanya hanya sementara itu. Bisa jadi, merekalah
sebagian dari bromocorah-bromocorah itu. (bersambung)
Gempa Palu dan Keberingasan (tulisan 3)
Reviewed by p
on
10/17/2018
Rating:
No comments: