Kopiku Tercemar Politik Identitas

Kopiku Tercemar Politik Identitas

Ketika saya membagikan link berita salah satu media daring meinstrem, tentang pernyataan anggota legislatif DPRD DKI Jakarta, yang meminta kepada Gubernur DKI Anies Baswedan agar memberikan penjelasan secara detail terkait program-programnya, agar bisa dipahami para legislator. Ada salah satu teman media sosial Facebook saya komentar satire, agar persoalan itu dilaporkan ke Mr X supaya dimarahi.

Saya jawab, Mr X tidak suka marah-marah, yang suka marah-marah itu Mr Y dan Mr Z.

Menurut kawan itu, Mr Y dan Mr Z memang ahli kalam, tapi Mr Z harus bicara. Itulah politik, suka tabrak sana dan tabrak sini. Injak sana - injak sini.

Kujawab lagi begini, yang kemudian dia memilih untuk tidak melanjutkan komentarnya. Politik akhir-akhir ini memang nampak brutal. Sayangnya orang-orang baik seperti sampean hanya bisa nyinyir terus, menjauhi arena politik tapi berpolitik juga.

****
Mr X, Mr Y dan Mr Z merupakan tokoh politik dari partai berbeda. Mr X berbeda agama dengan Mr Y dan Mr Z. Dan partai ketiganya juga selalu  berbeda jagoan.

Kawan itu berusaha memancing saya untuk menjawab dengan argumentasi berdasarkan agama.

Sejak masa Pilpres 2014, Identitas agama menjadi isu seksi untuk di goreng, mengingat; konon katanya prosentase pemeluk agama Islam di Indonesia mencapai sekira 75%. Tentunya ini menjadi komoditas politik yang besar.

Untuk di Pilkada Jakarta isu ini sukses di goreng. Hingga membelah sendi hidup; tidak hanya berbangsa tetapi juga dalam beragama.

Isu haram memilih pemimpin muslim sangat efektif menjaring suara di Pilkada Jakarta, yang nampaknya akan berlanjut hingga Pilpres 2019 mendatang.

Anehnya, banyak kalangan dari elemen umat Islam sendiri tidak sadar bahwa segala isu yang berkembang sengaja digoreng untuk kepentingan politik praktis pragmatis. Bahkan banyak yang dengan bangga terus memegang sebagai sebuah kebenaran.

Dan menjadi asyik lagi, ketika tokoh yang selama getol mendengungkan kata Haram Memilih Pemimpin Non Islam, sekarang justru merasa sebagai sebuah kehormatan ketika anaknya dipilih sebagai wakil salah satu bakal calon kepala daerah yang seorang non muslim.

Kaitannya dengan judul, dampak diskusi singkat dengan kawanku tadi, saya harus memberikan waktu lebih lama untuk menikmati kopi gratisku di gerai Excelso Palu Grand Mall, demi menjawab komen-komennya.

Memang, postingan di media sosial, apalagi menyangkut pertarungan politik, akhir-akhir ini begitu menggairahkan bak gadis ranum untuk dipelototi dan dikomentari. Entah apa yang terjadi. Tapi menurut pendapat pribadi saya, ini tak lepas dari beberapa event politik nasional yang secara brutal sukses menggoreng isu-isu agama dan etnis.

Sehingga seorang yang berlatar belakang penggemar kehidupan nyanyi-menyanyi di pup atau karaoke dengan hiburan tambahan ladies-pun sudah fasih bicara agama, lebih banyak berdasarkan versinya.

Ah... tapi ya begitulah jaman now. Dinikmati saja, atau jika tak ingin terjebak dengan diskusi tak berbobot mending dicuekin saja.

#Kopi_Bangsat
#Bangsat_Kopi
#Kopi_Dingin
Kopiku Tercemar Politik Identitas Kopiku Tercemar Politik Identitas Reviewed by p on 11/14/2017 Rating: 5

No comments: