sumber foto : infobudaya |
Konon, Kopi
Aceh masuk serambi Mekkah pada Abad XVII dibawa seorang saudagar Belanda dari
negerinya melalui Batavia (sekarang Jakarta). Jenis Kopi yang diperkenalkan
pertama kali adalah Arabica, kemudian berkembang menjadi beragam jenis.
Masyarakat
dunia membagi jenis kopi menjadi dua kelompok besar, yakni Kopi Robusta dan
Kopi Arabica.
Masyarakat
Aceh sendiri, mengembangkan kedua jenis kopi ini berdasarkan kondisi alam atau
tipologi wilayah. Misalkan, di wilayah Takengon, Aceh Tenggara dan Gayo Lues
yang berada didataran tinggi, masyarakat di daerah itu mengembangkan budidaya
Kopi jenis Arabica.
Sedangkan
untuk jenis Kopi Robusta dibudidayakan oleh masyarakat Kabupaten Pidie;
terutama wilayah Tangse dan Geumpang, kemudian Aceh Barat.
Kondisi alam
aceh serta didukung denga cuaca menjadikan Kopi Aceh bernilai ekonomis tinggi.
Sehingga dari total jumlah ekspor biji kopi oleh Indonesia ke negara-negara
lain, 40 persen untuk jenis kopi arabica diantaranya merupakan Kopi Aceh.
Wow...
Kopi Ulee Kareng
Ulee Kareng
merupakan salah satu kecamatan di Banda Aceh, Ibu Kota Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Kopi dari Kecamatan Ulee Kareng yang kemudian disebut dengan
Kopi Ulee Kareng sudah sangatlah mashur hingga pelosok dunia.
Begitu membuminya
Kopi Ulee Kareng, sehingga banyak yang berkata jika Anda datang di bumi Serambi
Mekah ini belum lengkap kunjungan jika tidak mencicipi kopi kopi Ulee Kareng,
yang memiliki karakteristik sangat pekat.
Biji kopi
Ulee Kareng banyak dihasilkan petani dari Lamno, Kabupaten Aceh Jaya. Biji-biji
kopi Ulee Kareng diproduksi usaha kecil menengah. Penduduk setempat melakukan
proses unik hingga menghasilkan bubuk kopi yang berkualitas tinggi, sejak dari
penggilingan hingga disaring menjadi secangkir minuman dengan cara yang khas.
Inilah sebabnya kopi Aceh, terutama kopi Ulee Kareng kemudian menjelma menjadi
ikon Aceh. Dahsyatnya aroma kopi Aceh telah melegenda di Indonesia.
Pengalaman
para penikmat Kopi Ulee Kareng, baik nasional maupun internasional yang datang
dan tinggal di Aceh selama bertahun-tahun turut merekonstruksi Aceh pasca
tsunami.
Untuk
memperoleh kualitas dan cita rasa kopi aceh yang dahsyat dan unik, biji kopi
Aceh harus melalui proses panjang. Pertama sekali, biasanya, biji kopi dioven
selama 4 jam penuh. Setelah mencapai kematangan 80%, biji kopi dicampur dengan
gula dan mentega dengan takaran tertentu. Kemudian biji kopi yang telah masak
digiling sampai halus. Proses ini membangkitkan aroma kopi yang kuat, cita rasa
bersih serta tidak asam.
Yang membuat
kopi Aceh menjadi lebih menarik adalah cara penyajiannya yang khas yang berbeda
dengan cara penyajian kopi di manapun di seluruh dunia. Kopi diseduh dengan air
yang dijaga tetap dalam keadaan mendidih. Seduhan kopi disaring berulang kali
dengan saringan terbuat dari kain, lalu dituangkan dari satu ceret ke ceret
yang lain. Hasilnya adalah kopi yang sangat pekat, harum, dan bersih tanpa
mengandung bubuk kopi.
Menikmati
kopi Aceh bukan hanya menikmati rasanya, tetapi juga tradisi budaya. Di Aceh,
kedai kopi merupakan tempat berkumpul, bertemu dan membicarakan segala topik.
Bagi orang Aceh, mengunjungi kedai kopi merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari aktifitas sehari-hari. Di situ mereka bersosialisasi dan menjalin
silaturahmi sambil menikmati kopi. Mereka datang untuk menikmati kopi, sebagai
tempat untuk bertemu teman atau rekanan bisnis, ataupun hanya sekedar melepas
lelah. “Semua masalah pasti bisa selesai di warung kopi”, begitu kata orang
Aceh.
Kedai kopi
yang paling terkenal dan ramai dikunjungi diantaranya kedai kopi Jasa Ayah atau
lebih dikenal Solong Ulee Kareeng, dan kedai kopi Chek Yuke. Kopi Aceh juga
bisa ditemui di kedai-kedai kopi di seluruh sudut Kota Banda Aceh lainnya.
Hanya saja, mungkin, jika minum di Ulee Kareng, akan terasa lebih nikmat?
Berikut alamat kedai
kopi Jasa Ayah dan Chek Yuke:
Kopi Ulee Kareng Jasa Ayah Solong
Jl. T. Iskandar Sp. 7 Ulee Kareng
Kota Banda Aceh
Kota Banda Aceh
Nanggroe Aceh Darussalam.
Warung Kopi Chek Yuke
Jl. Diponegoro
di jantung kota Banda Aceh
(kawasan tepi kali dekat Masjid Raya Baiturrahman)
di jantung kota Banda Aceh
(kawasan tepi kali dekat Masjid Raya Baiturrahman)
Kopi Gayo
Gayo adalah
nama suku yang mendiami daerah ini. Mayoritas masyarakat Gayo berprofesi
sebagai Petani Kopi, menjadikan kopi Gayo salah satu komoditi unggulan dari
Dataran Tinggi Gayo, Perkebunan kopi Gayo telah dikembangkan sejak tahun 1908,
tumbuh subur dan tersebar di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Kedua
daerah ini berada di ketinggian 1200 meter dari permukaan laut, memiliki
perkebunan kopi terluas di Indonesia dengan luas sekitar 81.000 ha, dan
merupakan sentra Produksi Kopi Arabica yang terbesar di Asia.
Kopi Gayo
merupakan salah satu kopi khas Nusantara asal Aceh yang cukup banyak digemari
oleh berbagai kalangan di dunia. Kopi Gayo memiliki aroma dan rasa yang sangat
khas. Kebanyakan kopi yang ada, meninggalkan rasa pahit di lidah. Cita rasa
kopi Gayo yang asli terletak pada aroma kopi yang harum dan rasa gurih hampir
tidak pahit. Bahkan ada yang berpendapat bahwa rasa kopi Gayo melebihi cita
rasa kopi Blue Mountain yang berasal dari Jamaika.
Uji citarasa
salah satunya dilakukan oleh Christopher Davidson salah seorang cupper
internasional. Christopher mengatakan bahwa kopi Gayo memiliki keunikan
tersendiri yang dikenal dengan istilah “heavy body and light acidity”,
yakni sensasi rasa keras saat kopi diteguk dan aroma yang menggugah semangat.
Aroma kopi
Aceh akan semakin menjelajah dunia ketika kopi ini telah menjadi salah satu
menu dalam kedai kopi internasional, Starbucks Coffee. Seteguk demi seteguk
kopi Aceh pun akan sampai ke lidah orang-orang dari mancanegara. Kenikmatan
tiada taranya ketika menghirup kopi Aceh pun akan semakin bisa dinikmati warga
dunia lainnya. Singkat kata, sekali mencoba kopi Aceh, dijamin
Sumber : www.kopiaceh.com
Identitas Warga Aceh, Kopi
Reviewed by p
on
11/14/2017
Rating:
No comments: