Realitas
dalam hidup berkebangsa(t)an, bahwa kita berbeda-beda itu adalah fakta. Dan kita wajib untuk saling
menghargai serta menghormati tiap perbedaan. Allah SWT pun juga menjelaskannya
dalam Alqur’annya. Lantas, apa hubungannya dengan Kopi?, tidak ada atau belum
ada. Karena saya masih bingung hendak memulai tulisan ini.
Karena;
seperti dalam judul diatas – “Sandang,
Papan, Ngopi” juga ide yang saya pungut begitu saja saat masih melaju
diatas kendaraan motorku, guna mengalihkan ketegangan oleh kondisi sepeda motor
tua bangka milikku yang betul-betul dalam kondisi suwak.
Dan kebetulan juga, rute perjalanan dari kediamanku menuju
kantor DPW NasDem Sulteng, selalu melalui depan Warkop ternama di Kota Palu,
Warkop Sudimari, Jalan Setia Budi Depan SMKN 2 Palu atau SMEA. Yang selalu
ramai oleh pengunjung sejak dibuka pagi hari, hingga tutup (saya tidak tahu jam tutup, karena bukan
pelanggan).
Konon, Warkop Sudimari 1 bukan yang tertua di Kota Palu, tapi
di tahun 2017, warkop ini merupakan salah satu yang tertua. Pelanggan warkop
ini umumnya kalangan elit, baik pemerintahan maupun politik.
Apa yang jadi topik diskusi pun, konon tergantung siapa yang
memulai pembahasan. Tetapi terkadang juga tergantung siapa yang paling “Tokoh”
(tertua) disitu
Namun bukan soal warkop mana yang tertua, terRemaja ataupun
termuda yang hendak saya tulis.
****
Satu kali saya berkunjung ke Warkop Sudimari, setelah memesan
se-Cangkir Kopi, saya menuju ke salah satu meja, itu terjadi sekira tahun 2009,
kemudian tanganku merogoh dalam tas untuk mengambil koran, kemudian kubaca karena
belum ada smartphone sambil menunggu
pesanan kopi datang.
Sambil menikmati berita di koran sendiri, telingaku berusaha
menangkap topik pembahasan di beberapa meja. Ada yang membahas soal Pilkada
Donggala, ada yang membahas soal politik nasional, dan macam-macam topik
lainnya. Itu jika di warkop Sudimari 1.
Dibeberapa Warkop lainnya, yang dengan desain Zaman Now,
pengunjung kebanyakan anak muda, ada yang sekedar datang dan entah membahas
apa, ada yang sekedar duduk sambil asyik dengan smartphone-nya, ada yang sekedar menikmati live music, adapula yang
duduk berapatan dengan pasangannya.
Nah, di Warkop yang dengan desain zaman now ini, pengunjung
yang didominasi kawula muda, tidak selalu datang untuk menikmati kopi, tidak
pula selalu tersaji kopi di mejanya, karena, meski namanya warkop tetapi juga
menyediakan aneka kuliner lainnya; mie goreng, mie kuah, anek juice, hingga
aneka olahan nasi. Sebab, tidak semua pengunjung warkop adalah penikmat kopi,
bahkan ada yang mengaku jika kopi akan memperkeruh kesehatannya karena ditolak
oleh lambung.
warkop jadi tempat ngumpul anak muda, untuk menikmati live
musik, untuk bermesraan, untuk pendekatan, kegiatan charity, rapat alumni atau sekedar duduk tanpa tujuan.
Wakop --- warung kopi, hanya alibi, warkop hanya jadi pelampiasan kegalauan, warkop hanya jadi
gaya hidup kekinian. Warkop telah menjelma jadi kebutuhan hidup, entah primer
atau sekunder, selain Sandang (pakaian) dan Papan (tempat tinggal).
Sandang, Papan, Ngopi
Reviewed by p
on
11/09/2017
Rating:
No comments: