Warkop Tsunami, Semangat 7,4 SR Palu


Warkop Tsunami, Semangat 7,4 SR Palu

Pada dinding salah satu Warung Kopi di Kota Palu, tertempel gambar sepeda ontel dengan tulisan “Kita harus terus bergerak untuk menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh”.

Entah kutipan itu ngambil dari mana, tetapi filosofi itu sangat tepat dengan apa yang dilakukan teman Facebook saya, Iwan Ambo, yang ternyata dia juga adalah kakak kelas dibangku STM Negeri Palu, sekarang SMK Negeri 3 Palu.

Iwan Ambo, alumni arsitek Universitas Tadulako angkatan ’97, saya baru ngeh pada Senin malam, 05/11/2018, lahir dan besar dilingkungan kawasan Pantai Talise, orang Palu menyebutnya seputaran Patung Kuda.

Yang sejak hari ke enam pasca Palu diguncang gempa 7,4 Scala Ritcher dan terjangan Tsunami serta likuifaksi di dua titik Kota Palu, Kelurahan Balaroa dan Kelurahan Petobo, dan juga wilayah Desa Jono Oge Kabupaten Sigi. Dia telah mendatangi tempat dimana dia menikmati indahnya masa kanak-kanak.

Matanya nanar memandangi puing berserak bekas rumah yang telah tersapu tsunami, tetangga, sahabat dan kerabatnya. Tak dapat dipungkiri, dalam hati kecilnya dia sempat putus asa, namun perasaan itu dia kubur dalam-dalam di lubuk jiwanya.

Bangkit..., Kita Bisa..., ini hanya cobaan kecil dari Alloh...., Alloh tidak akan memberikan cobaan kepada hambanya yang melebihi kemampuan dari hambanya. Kata hati Iwan Ambo menyemangati dirinya.

Selama beberapa hari dia duduk diantara puing-puing itu, bernyanyi diantara kesunyian yang mencekam. Pasalnya tetangga-tetangga nya telah tersebar di pengungsian. Iwan bernyanyi diantara temaram api unggun, hembusan angin pantai, dan kesunyian padahal dulunya lokasi ini sangat bergairah oleh pedagang kaki lima.

Dia terus bermunajad untuk satu inspirasi, Bangkit.

Beberapa malam berikutnya teman-teman dekat mulai berdatangan, menemaninya bernyanyi hingga larut malam, sambil tetap memperjalankan dirinya untuk menemukan substansi dari kata ‘Ide’.

Foto-Foto Warkop Tsunami

***

“Pas saya sementara ba kumpul-kumpul kayu, siang-siang, lewat teman-teman relawan dari Lampung, dan mereka singgah, ‘Bang boleh gabung’, mari.....,” cerita Iwan Ambo, singkat cerita lahirlah kesepakatan untuk mendirikan Warkop Tsunami di atas puing-puing rumah, di sepotong Jalan Cut Mutia, antara Iwan Ambo dengan rombongan relawan asal Lampung, salah satunya saya ketahui dari akun Facebook bernama YodistiraNugraha.

Bangunan sederhana Warkop Tsunami memanfaatkan material bekas terjangan Tsunami, mulai kayu hingga ban mobil untuk tempat duduk.

Relawan Lampung menyiapkan sebagian besar kebutuhan Warkop Tsunami, mulai kopi, gelas hingga kabel dan lampu penerangan.

“Selama dua malam teman-teman dari Lampung itu yang melayani pengunjung. Gratis,” ucap Iwan.
“Alhamdulillah, semangat untuk bangkit telah bertumbuh, kalau bukan kita yang membangkitkan siapa lagi. Kalau kita tidak bangkit sendiri, tidak mungkin berharap dan berharap bantuan. Sekarang teman-teman yang lain mulai pulih,” imbuh Iwan.

Warkop Tsunami melibatkan para korban Gempa dan Tsunami, mereka yang kehilangan tempat tinggal, anak-anak yang kini berstatus yatim-piatu, serta mereka yang kehilangan mata pencaharian khususnya diseputaran Pantai Talise.

“Disini kita nongkrong, bertemu dan berdiskusi bertukar ide, disini kami membangun harapan bersama kembali. Disini tempat yang jauh lebih baik dibandingkan berada di tenda-tenda pengungsian,”  ucapnya.

#PaluBangkit
#PaluSemangat



Warkop Tsunami, Semangat 7,4 SR Palu Warkop Tsunami, Semangat 7,4 SR Palu Reviewed by p on 11/06/2018 Rating: 5

No comments: